Nursing care for patient with infections

Posted by Dedy Saputra Friday, May 29, 2009 0 comments

Oleh Iwan, S.Kp

Pengertian

Perawat terlibat secara langsung dalam menyediakan lingkungan biologis yang aman dan meningkatkan kesehatan. Mikroorganisme hidup disemua tempat di lingkungan : dalam air, tanah dan dipermukaan tubuh seperti kulit, sistem pencernaan (usus) dan daerah lain yang terbuka (seperti mulut, sistem pernafasan atas, vagina dan sistem perkemihan bagian bawah), kebanyakan mikroorganisme adalah tidak berbahaya dan beberapa bahkan berguna/menguntungkan dalam peranan/fungsinya yang esensial di dalam tubuh.

Infeksi adalah masuknya oraganisme kedalam jaringan tubuh dan berkembang biak. Mikroorganisme seperti itu disebut agen yang menular. Jika mikroorganisme tidak memproduksi bukti-bukti klinis infeksinya disebut asymptomatic atau subclinical.

Mikroorganisme sangat bervariasi dalam Virulence yaitu kemampuan mereka untuk menyebabkan penyakit. Umumnya ada lima group mikroorganisme yang biasanya dapat menyebabkan penyakit ; bakteri, virus, jamur, protozoa dan ricketsia. Mikroorganisme juga sangat bervariasi dilihat dari beratnya penyakit yang mereka hasilkan dan tingkatkan penularannya.

Trauma adalah cedera di tubuh, trauma dapat berbentuk fisik, seperti terluka oleh sepotong kaca, trauma juga dapat digambarkan sebagai cedera yang disebabkan oleh serangan mikroorganisme. Sehingga proses infeksi dapat digambarkan pula sebagai trauma. Seringkali trauma infeksi mengikuti trauma fisik seperti ketika sebuah luka menjadi infeksi.

Pathogenicitas adalah kemampuan untuk menimbulkan reaksi lokal/umum. Pathogenitas ini bilamana reaksinya lokal dan dapat dilokalisir, maka penyakitnya hanya berupa reaksi radang setempat yang ringan. Suatu penyakit disebut patogen/menimbulkan reaksi infeksi, atau radang yang mempunyai tanda-tanda : calor, dolor, rubor, tumor dan functiolaesa.

Calor (panas) : daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah (pada suhu 37º C) yang disalurkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah yang terkena daripada disalurkan kedaerah yang normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37º C, dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

Dolor (rasa sakit) : dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi menimbulkan rasa sakit.

Rubor (Kemerahan) : merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul , maka arterioll yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

Tumor (pembengkakan) : pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

Functiolaesa : kenyataan adanya perubahan fungsi telah diketahui. Secara superficial, mudah untuk mengerti mengapa bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi yang abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal berfungsi secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan jalan bagimana fungsi jaringan yang meradang terganggu.

Etiology adalah studi tentang penyebab, etiologi dari sebuah proses infeksi adalah identifikasi mengenai serangan mikroorganisme. Kontrol terhadap penyebaran mikroorganisme dan perlindungan terhadp seseorang dari penyakit menular dan infeksi dipraktekkan dalam empat tingkatan ; internasional, nasional, komunitas dan individu. Sebuah contoh kontrol terhadap penyakit menular pada tingkat internasional adalah mewajibkan imunisasi pada penyakit tertentu seperti kolera, sebelum bepergian kenegara tertentu. Peraturan nasional memerintahkan, contohnya transportasi makanan antar negara bagian dan propinsi. Peraturan ini melindungi orang dari menerima makanan yang terkontaminasi. Juga peraturan nasional mencoba untuk mengontrol polusi udara, air, dan lingkungan, subjek-subjek itu sekarang ini menerima banyak publisitas.

Komunitas mengatur pembuangan kotoran dan pembersihan air minum. Perlindungan dari infeksi adalah juga tanggung jawab masing-masing individu. Individu-individu melindungi diri mereka sendiri tidak hanya dengan mempraktekkan kesehatan pribadi yang baik tetapi juga dengan memakan diet makan seimbang dan olahraga.

Pertahanan tubuh normal

Manusia secara normal mempunyai flora mikrobial yang terletak didalam dan diluar tubuh seperti di kulit, diselaput lendir, diadalam saluran pernapasan dan didalam sistem lambung (gastrointestinal tract.). mikroorganisme ini disebut resident flora karena mereka selalu muncul, biasanya dalam jumlah yang sesuai dengan kesehatan seseorang, berbeda dengan transient flora adalah mikrorganisme yang muncul pada saat-saat tertentu. Individu secara normal mempunyai pertahanan yang melindungi tubuh dari infeksi. Pertahanan ini dapat diategorikan pertahanan nonspesifik dan spesifik.

Pertahanan nonspesifik

Pertahanan non spesifik termasuk rintangan anatomik dan psikologis. Kulit utuh/lengkap dan selaput lendir adalah tugas utama tubuh dalam pertahanan terhadap mikroorganisme . jika kulit dan selaput lendir tidak retak dan rusak/patah/pecah, mereka adalah rintangan yang efektif untuk melawan bakteri.

Bakteri sangat berlimpah diarea basah seperti perineum dan axillae. Perintang lain adalah sebum, yang mengandung asam lemak jenuh yang membunuh beberapa bakteri. Bakteri yang menduduki kulit juga mencegah bakteri lain berkembang biak. Bakteri-bakteri tersebut menghabiskan makanan yang tersedia dan akhirnya hasil metabolisme mereka merintangi bakteri lain. Pengeluaran normal membuat kulit agak asam, keasaman juga merintangi pertumbuhan bakteri.

Saluran hidung mempunyai fungsi-fungsi pertahanan. Saat udara yang masuk mengikuti rute yang berliku-liku dari saluran tersebut, udara tersebut berhubungan dengan selaput lendir yang basah dan rambut-rambut kecil seperti proyeksi disebut cilia ini menjebak mikroorganisme, debu dan benda-benda asing. Paru-paru mempunyai alveolar macrophagus. Phagocytes adalah sel seperti sel darah putih yang melawan mikroorganisme, sel-sel dan partikel-partikel asing. Paru-paru yang sehat bebas dari mikroorganisme.

Air liur mengandung rintangan mikrobial seperti lactoferin, lysozyme dan secretory Ig A. lactoferin adalah protein pengikat besi yang merintangi pertumbuhan mikroorganisme yang menyerang dengan membuat tidak tersedianya besi untuk mereka. Enzym lysozyme, muncul diair ludah dan air mata, berfungsi sebagai agen antibakteri. Secretory IgA adalah immunoglobulin yang melapisi bakteri sehingga mencegah penempelan mereka pada oral epithelium dan pada gigi.

Mata dilindungi dari infeksi oleh air mata, yang secara kontinyu mencuci mikroorganisme-mikroorganisme dari mata dan mengandung rintangan yaitu lysozyme. Sistem gastrointestinal juga mempunyai pertahanan melawan infeksi. Keasaman yang tinggi dari perut secara normal mencegah pertumbuhan mikroba. Peranan dari mikroorganisme normal dari usus kecil dalam pertahanan tubuh tidak diketahui. Meskipun begitu, resident flora dari usus besar menolong mencegah pembentukan produksi penyakit dari mikroorganisme . banyak enterobacteria memproduksi bactericins yang mematikan bagi bakteri yang berhubungan dekat. Beberapa enterobacteria melepaskan antibiotik seperti substansi yang membunuh atau merintangi pertumbuhan beberapa bakteri.

Vagina juga mempunyai pertahanan alami melawan infeksi. Ketika seorang gadis mengalami pubertas, lactobacilli meragi gula dalam pengeluaran vaginal membuat vagina PH 3,5 sampai 4,5. PH yang rendah ini merintangi pertumbuhan banyak produksi penyakit dari mikroorganisme. Wanita yang sehat biasanya secara normal mempunyai jumlah konstan yang relatif dari lactobacilli ini dalam vagina. Meskipun begitu terapi antibiotik dapat mengganggu keseimbangan bakteri karena lactobacilli sangat rentan terhadap antibiotik.

Mikroorganisme seperti “negative staph” dan escheria coli (dari kotoran) dipercayai bahwa urine mempunyai aksi membilas dan bakteriostatik yang mencegah bakteri masuk ke urethra.

Respon peradangan

Respon peradangan mengikutsertakan sejumlah peristiwa dinamis yang umumnya mengacu kepada tiga tahapan respon yaitu:

1. Respon vascular dan celluler

2. Exudate

3. Reparative

Pada tahap awal kontriksi pembuluh darah terjadi hanya beberapa saat. Kontriksi awal ini secara cepat diikuti oleh dilatasi pembuluh darah. Banyak darah mengalir kedaerah luka, peningkatan suplai darah ini disebut hiperemia dan ditandai dengan gejala-gejala kemerahan dan panas. Permeabilitas pembuluh darah meningkat apabila terjadi luka disertai dengan dilatasi pembuluh darah sebagi respon terhadap kematian jaringan dengan melepaskan mediator kimia (baradikinin, serotonin dan prostaglandin) dan juga melepaskan histamin akibat gangguan permeabilitas yang mengeluarkan cairan, protein dan leukosit kedalam interstisial, manifestasi klinik dengan karakteristik tanda-tanda peradangan seperti edema dan nyeri. Nyeri disebabkan oleh tekanan akumulasii cairan ujung saraf lokal dan di mediator kimia yang merembes sehingga terjadi iritasi di ujung saraf. Cairan juga banyak masuk kedalam beberapa area di pleura atau di ruang perikardium dapat mengakibatkan kefatalan yang serius terhadap organ tersebut. Diarea lain gangguan sendi dan mobilitas.

Selama tahap awal dalam respon radang, aliran darah melemah pada saluran yang membesar. Tingkat aliran yang berubah ini memberikan kemudahan mobilisasi sejumlah leukosit sehingga meningkat pada jaringan yang cedera. Mobilisasi dari leukosit termasuk dua proses dari marginasi dan emigrasi. Secara normal, sel darah (eritrosit, leukosit dan platelet) mengalir sepanjang pusat pembuluh darah, sementara arus plasma mengalir sekitar mereka berlawanan dengan dinding pembuluh darah. Ketika aliran darah melemah, leukosit berkumpul atau berbaris sepanjang permukaan dalam dari pembuluh darah. Proses ini dikenal sebagai margination. Leukosit kemudian bergerak melalui dinding pembuluh darah kedalam ruang jaringan yang terganggu, sebuah proses yang disebut emigration.

Dalam respon keseimbangan terhadap keluarnya leukosit dari pembuluh darah tulang sum-sum memproduksi sejumlah besar leukosit dan melepaskannya kedalam arus darah (leukositosis). Mekanisme yang sebenarnya menstimulasi peningkatan ini tidak diketahui, hal ini adalah tanda-tanda lain yang diasosiasikan dengan radang leukosit normal terhitung dari 4500-11000 perkubik milimeter. Darah dapat naik sampai 20000 atau lebih saat peradangan muncul.

Pada tahap kedua dari radang, cairan yang keluar dari pembuluh darah, sel pagosit yang mati, dengan sel jaringan yang mati dan produk yang dilepaskannya, menghasilkan inflamatory exudate. Plasma protein disebut fibrinogen (yang berubah menjadi serta saat dilepaskan kedalam jaringan) thromboplastin (produk yang dilepaskan oleh sel jaringan yang cedera) dan platelet bersama-sama membentuk jalinan jaringan untuk membentuk sebuah rintangan, dinding diluar area dan mencegahnya menyebar. Selam tahap kedua, agen cedera dapat diatasi dan exudate dibersihkan dengan lymphatic drainage.

Siafat dan jumlah exudate bervariasi menurut jaringan yang berhubungan dan intensitas dan durasi dari peradangan. Type utama dari exudate adalah serous, purulent dan hemoragic (sanguineus). Serous exudate adalah terdiri dari kepala serum (pangkal yang jernih dari darah) diperoleh dari dan selaput serous tubuh, seperti peritoneum, pleura, perikardium dan meninges. Objek ini penampilannya basah dan punya sedikit sel. Contoh adalah cairan dilepuhan akibat luka bakar.

Purulent exudate lebih kental dari serous exudate sehubungan dengan adanya nanah. Ini terdiri dari leukosit, lequified debris jaringan yang mati, dan bakteria hidup dan mati. Proses pembentukan nanah disebut suppuration dan bakteri yang menghasilkan nanah disebut piogenic bacteria. Tidak semua bakteri pyogenic. Purulent exudate bervariasi menurut warna, beberapa memperoleh sedikit warna biru, hijau atau kuning. Warnanya tergantung dari causative organisme.

Sanguneous (hemorrhagic) exudate terdiri dari sejumlah besar sel darah merah, mengindikasikan kerusakan capillaries yang cukup berat yang memungkinkan keluarnya sel darah merah dari plasma. Tipe exudate ini seringkali terlihat pada luka terbuka. Perawat seringkali perlu membedakan apakah sanguineous exudate terang atau gelap. Sanguneous exudate yang terang menunjukkan pendarahan segar, sedangkan yang gelap menunjukkan pendarahan yang sudah lebih lama. Tipe-tipe campuran dari exudate seringkali diobservasi. Sebuah serosanguineus (terdiri dari darah jernih dan yang sedikit mengering) exudate seringkali terlihat dalam irisan bedah.

Tahap ketiga dari respons peradangan, juga disebut reparative phase, terdiri dari perbaikan jaringan yang cedera dengan regenerasi atau replacement dengan pembentukan jaringan serat (sekat). Regenerasi adalah replacement sel jaringan yang rusak dengan sel yang identik atau serupa dalam struktur dan fungsi. Ini mengikut sertakan bukan hanya replacement sel yang rusak satu persatu tetapi juga organisasi sel ini sehingga pola arsitektural jaringan dan fungsi dapat diperbaiki.

Ketika perbaikan tidak dimungkinkan, perbaikan dimunculkan oleh fibrous tissu formation. Fibrous (scar) tissu mempunyai kapasitas untuk berkenbang biak dibawah kondisi yang tidask biasa dari ischemia dan PH yang berubah-ubah. Inflamatory exudate dengan jalinan jaringan serat menyediakan frame work untuk jaringan ini berkembang.

Antibodi diproduksi oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen alami (infeksi) dan antigen buatan (vaccines). Dengan immunity passive tuan rumah menerima antibody alami atau antibodi buatan yang diproduksi sumber lain.

Respon kekebalan mempunyai dua komponen : antibody-mediated defense dan cell-mediated defense. Dua sistem ini menyediakan perlindungan yang jelas tapi overlapping. antibody-mediated defense juga dosebut humoral (circulating) immunitas karena terletak di B-Lymphocyites dan ditengahi oleh hasil anti bodi melalui sel B. antibody juga disebut immunoglobulin, adalah bagian dari tubuh plasma protein. Sel B adalah suatu jenis lymphocyte yang terdiri dari 30% lymphocyte darah dan berhidup pendek, mempunyai jangka waktu hidup 15 hari. Antibody mediated berspon pertahanan umumnya terhadap extracelluler phases dari bakteri an viral infection.

Sel B diaktifkan ketika mereka menemukan penyerang asing, antigen. Kemudian berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang mengeluarkan antibody dan serum protein yang mengikat secara spesifik terhadap bahan-bahan asing dan memulai bermcam-macam respon pembersihan. Sel B yang berespon terhadap antigen mungkin memproduksi molekul antibody dalam lima kelas immunoglobulin didesain dengan huruf G, A, M, D, dan E

Fungsi Antibody

IgM : adalah antibody utama yang ada dalam darah. Antibody pertama yang dihasilkan karena adanya respon terhadap antigen.

Fungsi:

  • Respon utama dari imunitas

  • aktivasi sistem komplemen

  • stimulasi ingesti oleh macropag

  • berguna bagi iso antibody dan antibody golongan darah A, B, dan O pada infeksi yang serius, seperti pada mikroorganisme gram (-)

  • Respon untuk imunisasi

IgG : prevalensi antibodinya plus banyak dalam darah dan antibody utama dalam jaringan. Menghasilkan respon immunisasi lebih lambat dari IgM.

Fungsi:

  • pencetus fixasi komplement

  • mengaktivasi macropag ingesti

  • antibody yang melewati saluran placenta

  • menetralkan toxin mikroba, antivirus dan beberapa bakteri

IgA : tempatnya dibawah epitel mukosa sel, terutama tractus gastro intestinal, tetapi juga ditemukan di air mata, saliva, keringat, colostrum dan air susu, respon immun lebih lamabt dari IgM.

Fungsi:

  • merupakan untuk proteksi dari mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya

  • mudah melewati membran sel

  • melindungi membran mucosa gastrointestinal dan tr. Respiratorius

  • karena banyak di dalam susu dan colostrum fungsinya untuk melindungi sel pencernaan bayi

IgE : hanya sedikit konsentrasinya dlam darah yang berfungsi untuk merspon reaksi allergi.

IgD : juga konsentrasinya sedikit dalam darah yang tidak diketahui fungsinya.

Mata Rantai Infeksi

Penularan menumpang

terjadi dengan suatu alat transport atau medium seperti makanan, air, atau udar. Penularan udara terjdi karena tersebarnya partikel debu yang mengandung kuman, dan menetap di udara. Kuman lalu dihisap oleh korban TBC dan varicella contohnya. Vektor adalah hewan yang membawa kuman dari reservoir kepada korban. Serangga dan hewan lainnya menularkan kuman seperti spesies salmonella yang merupakan flora normal pada beberapa hewan tapi menyebarkan gastroenteritis pada manusia.

Tempat masuknya kuman (port de Entry)

Sebelum infeksi, kuman mesti memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang terhadap infeksi, namun adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk kuman. Kuman dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya kuman. Sering kuman masuk dan keluar tubuh dengan jalan yang sama.

Penderita yang peka

Seseorang penderita yang peka adalah orang yang beresiko terinfeksi, penderita yang rentang adalah orang yang beresiko tinggi yang karena suatu sebab menjadi lebih muda terinfeksi. Kerusakan sistem kekebalan tubuh dan beberap faktor lain dapat menambah resiko terinfeksi, lihat fasktor yang mempengaruhi infeksi.

Memutuskan mata rantai infeksi

Banyak tindakan dalam memutuskan rantai infeksi atau memotong proses penyalit infeksi contohnya: mata rantai pertama yaitu agen penyebab, dapat dengan pemakaian antiseptik ( bahan yang pertumbuhan kuman) dan desinfektan (Bahan yang menghancurkan kuman patogen kecuali spora) atau sterilisasi.

Tujuan kebanyakan rumah sakit dalam pencegahan adalah dengan memotong mata rantai cara penularan.

Faktor yang mempengaruhi resiko infeksi

Apakah kuman menimbulkan infeksi dipengaruhi faktor-faktor diatas. Yang terpenting adalah kerentanan penderita, yang dipengaruhi oleh usia, keturunan, tingkat stress, status gizi, status imunisasi, pengadaan yang dijalani, dan riwayat penyakit.

Usia : mempengaruhi resiko infeksi, bayi dan manula, kekebalan tubuhnya menurun. Infeksi merupakan penyebab kematian yang utama pada bayi karena sistem immunnya belum matang, dan Ig dari ibu hanya melindungi selama 2-3 bulan.

Mata rantai infeksi

Terdapat mata rantai infeksi: agen penyebab atau mikroorganisme tempat biasanya kuman berada (reservoir), jalan keluarnya dari reservoir cara penularan, jalan masuknya kuman kedalam tubuh, dan kepekaan penderita.

Agen penyebab

Parasit adalah mikroorganisme yang hidup di organisme lain dan mengambil makanan darinya. Semua virus adalah parasit. Kemampuan suatu mikroorganisme menyebabkan proses infeksi tergantung pada kuman virulensi dan potensi (patogenitas), kemampuan memasuki tubuh, kerentanan penderita, dan kemampuan kuman untuk hidup dalam tubuh. Beberapa kuman seperti virus, cacar, mampu menginfeksi hampir semua orang yang terpapar, sebaliknya kuman TBC hanya menginfeksi sebagian kecil populasi, biasanya yang kekurangan gizi dan lingkungan kurang sehat. Beberapa orang dan binatang menjadi carrier atau membawa kuman patogen dalam tubuhnya. Meskipun mereka tidak sakit. Carrier dapat menular keorang lain, contohnya, orang yang diempedunya mengandung basil typhoid, keluar melalui feces, namun tanpa gejala

Reservoir

Umumnya yang menjadi sumber kuman adalah manusia lain, diri sendiri, tumbuhan, hewan atau lingkungan

Tempat keluarnya kuman

Sebelum infeksi terjadi, kuman mesti dari reservoir, bila reservoirnya manusia, kuman dapat keluar melalui beberapa cara tergantung lokasinya.

Cara penularan

Kuman ditularkan dengan berbagai cara, satu kuman dapat memiliki lebih dari satu penularan. Ada empat rute bersama konstraksi, menumpang, udara & vektor.

Penularan kontak adalah yang ter penting bagi kuman (William, 1983)

Pada tabel berikut ini digambarkan tentang rantai infeksi dan peran perawat dalam memutuskan rantai infeksi.

Tabel 1 Sumber Manusia dan Cara Penularan Mikroorganisme

AREA TUBUH

ALAT PENYEBARAN

ORGANISME PENGINFEKSI UTAMA

Saluran Napas

Ludah, sewaktu bersin dan batuk

V. parainfluensa, klebsiela Sp, Streptokokkus aereus

Saluran Kemih

Muntaj, feses, ludah, cucian (seperti dari kandung empedu)

V. Hepatitis A, Shigella Sp, Salmonella entridis

Saluran Kemih

Urine

E. colli, enterecoccus, pseudomonas, aeruginosa

Saluran kelamin

Urine dan semen

N. Gonoroe, T. palidum, Herves Simpleks Tipe Z, HBV

Darah

Contoh darah, jarum, intra vena

E. Colli, St. Aereus, klebsiella Sp, St. Epidermis

Jaringan

Cairan dari luka

St. Aureus, E. Colli, Enterecoccus, Proteus Sp

Tabel 2 Reservoir Manusia dan Tempat Keluar

Reservoir

Tempat Keluar

  • Sel Napas
  • Sel Cerna
  • Saluran Kemih
  • Saluran Kelamin
  • Darah
Hidung/mulut ketika bersin, batuk, nafas atau bicara, tuba endotracheal atau tracheostomiMulut ; lewat ludah dan muntahanus/osotomi : FesesTuba draunase: nasogastrik tube, T. tubeMuara urethra dan ostomi pemisah urineVagina : sekret vagina, dapat diteruskan lewat urineMuara kencing: semen, urineLuka terbuka, tempat masuk jarum, semua luka dikulit atau memrane mukosa

Tabel 3 Peranan Perawat dalam Memutuskan Rantai Infeksi

RANTAI

INTERVENSI

RASIONAL

Agen Penyebab

Menjamin alat-alat bersih dan disterilisasi/desinfektan sebelum dipakai

Pencucian, desinfeksi dan sterilisasi mengurangi/ melenyapkan mikroorganisme

Sumber Mendidik keluarga dan pasein dalam membersihkan dan desinkesi dan sterilisasi alat-alatMengganti perban atau balutan bila basah/kotombantu pasien membersihkan kulit dan mulut

Membuang kain yang lembab dan kotor dengan benar

Membuang feses dan urine di tempat yang benar

Menutup semua tempat cairan seperti botol, teko, pengering

Mengeringkan botol penghisap dan pengering apabila selesai dipakai

Penegtahuan tentang ini akan mengurangi terjadinya penyakitPembalut yang lembab adalah tempat yang ideal untuk perkembangan bakteri Alat higienes akan mengurangi mikroorganisme reident dan transient sehingga mencegah infeksiKain yang lembab dan kotor mengandung lebih banyak mikrorganisme dibanding yang keringUrine dan feses terutama mengandung banyak kumanTerbukanya cairan akan menambah kemungkinan kontaminasi dan kuman berkembang biakKuman akan berkurang dengan dikeringkan
Tempat Keluar

Mengurangi bicara, batuk, bersin diatas luka terbuka, daerah steril dan tutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin

Cara-cara ini mengurangi jumlah kuman yang keluar dari saluran nafas

Cara PenularanTempat Masuk Cuci tangan setelah menyentuh pasien, bahan yang infeksius, dan sebelum melakukan prosedur invasif atau luka terbuka, anjurkan pasien dan keluarganya mencuci tangan sebelum makan, sesudah memegang bahan infeksi dllLetakkan barang-barang yang kotor ditempat sampah yang anti lembabPeganglah pispot dengan tangan agar tidak tumpah, lalu buang ditempat yang benarLakukan pencegahan aseptik pada pasien terinfeksi

Pakailah masker bila berhadapan dengan pasien infeksi saluran nafas

Pakailah sarung tangan ketika membawa sekret yang infeksius, gunakan jas operasi bila ada resiko baju terkena bahan infeksius

Pakailah teknik streil bila tindakan invasif seperti injeksi dan kateterisasi

Lakukan tekhnik steril bila membedah luka terbuka atau membalut luka

Letakkan jarum suntikan bekas ditempat tahan sobek untuk dibuang

Berilah pasien alat-alat pribadinya sendiri

Mencuci tangan adalah cara yang paling efektif dalam mencegah penularan mikroorganisme

Kantong anti lembab mencegah tersebarnya mikroorganisme

Urine dan feses mengandung banyak kuman

Mengontrol cara penularan akan mencegah tersebarnya kuman

Masker mencegah penularan kuman diudara

Sarung tangan dan jas mencegah kotornya tangan dan pakain

Tindakan invasif merusak barrier pelindung tubuh terhadap kuman

Luka terbuka sangat peka terhadap infeksi

Luka karena jarum yang dibuang adalah sebab utama infeksi hepatitis dan AIDS

Pasien lebih tahan terhadap kuman

Penderita Pertahankan gizi seimbang pada pasien

Lakukan imunisasi

gizi seimbang memberi protein, vitamin bagi tubuh untuk mengganti jaringan tubuhimmunisasi melindungi masyrajat

Tingkat Proses Infeksi

Tahap-tahap penyakit infeksi:

  • masa inkubasi

  • masa prodromal

  • masa sakit

  • masa konvalesent

Masa inkubasi adalah waktu anatara masuknya mikrorganisme kedalam tubuh dengan mulai timbulnya rasa saki. Lamanya masa inkubasi sangat bervariasi tergantung dari mikroorganisme itu sendiri. Contohnya tetanus 4 - 21 hari, rata-rata 7 - 10 hari, infeksi oleh virus lebih menular, pada masa inkubasi sebelum pengidap yang bersangkutan menunjukkan gejala.

Masa Prodromal ialah masa dari munculnya gejala nonspesifik (lelah, lesu, demam dll) sampai munculnya gejala khas (spesifik). Penderita yang menderita infeksi tingkat prodromal ini sangat menular. Biasanya masa prodromal lebih singkat : anatar beberapa jam dan beberapa hari

Masa Sakit yaitu masa sakit dengan gejala-gejal yang khas.

Masa Konvalesent adalah masa penyembuhan yang lamanya berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Pemeriksaan Laboratorium

  • Perubahan jumlah leukosit (Normal 4500 - 11000)

  • Peningkatam/penurunan jenis leukosit

  • Neutrofil (Normal 54 - 75 %) –> Meningkat pada infeksi akut suppurative, mungkin menurun pada infeksi akut bakterial

  • Limposit (Normal 20 - 40 %) —> Meningkat pada infeksi kronis bakteri dan virus

  • Monosit (Normal 2 - 8 %) —> Meningkat pada infeksi protozoa, TBC

  • Eusonopil (Normal 1 - 4 %) secara umum tidak berubah

  • Basopil (Normal 0 - 1 %) secara umum tidak berubah

  • Peubahan ESR, LED meningkat pada proses inflamasi

  • Pada kultur urine, darah, sputum terdapat mikroorganisme patogenik

INFEKSI NOSOKOMIAL

Oleh Iwan[2]

Pengertian

Infeksi nosokomial adalah infeksi pada waktu penderita dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut, yang terjadi karena adanya interaksi antara host, agent, dan enviroment. Disebut juga infeksi nosokomial apabila infeksi didapatkan di rumah sakit walaupun gejala klinis baru timbul setelah penderita keluar dari rumah sakit. Keadaan ini biasanya terjadi pada penyakit infeksi dengan masa inkubasi yang lama.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit atau infeksi yang disebabkan oleh kuman yang didapat selama berada di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat juga diderita oleh petugas dari tempat-tempat fasiitas kesehatan.

Masalah infeksi nosokomial lebih mendapat perhatian dengan pertimbangan bahwa infeksi ini lebih sulit dicegah dan lebih mengancam, lebih sulit diprediksikan dan pengobatan lebih resisten daripada penyakit-penyakit infeksi dimasyarakat (Norton, 1986).

Batasan infeksi nosokomial

Menurut Central Disease of Control (CDC), infeksi didapatkan di rumah sakit apabila :

  • (1) Pada waktu penderita masuk rumah sakit, tidak ditemukan gejala klinis dari infeksi tersebut.

  • Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

  • Tanda klinis infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya sesudah 3 x 24 jam sejak masuk rumah sakit.

  • Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (kelanjutan) dari infeksi sebelumnya.

  • Apabila pada saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut diperoleh penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Perlu diingat bahwa tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan, harus dilihat masa inkubasi dari jenis infeksi tersebut. Bagi penderita yang telah keluar dari rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.

Insiden

Ada survey di USA yang mengidentifikasi bahwa infeksi nosokomial terjadi sekitar 5 % penderita akut yang dirawat di rumah sakit dan 8 % pada penderita yang kronis. Insiden infeksi nosokonial, lebih tinggi pada klien bedah, infeksi nosokomial pada klien post operasi 70 %.

Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Sumber kuman penyebab infeksi nosokomial dapat berasal dari endogen atau eksogen. Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara :

  • Infeksi sendiri : yaitu infeksi nosokomial berasal dari penderita sendiri (flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain.

  • Infeksi silang : yaitu infeksi nosokomial terjadi akibat penularan dari penderita/orang lain di rumah sakit.

  • Infeksi lingkungan : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan/benda di lingkungan rumah sakit.

Kontak penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kontak penularan yang langsung terjadi bila penyebab infeksi langsung ditularkan ke penderita atau petugas rumah sakit yang sebelumnya tidak menderita infeksi tersebut. Kontak penularan yang tidak langsung dapat terjadi melalui benda, alat diagnostik, pengobatan, makanan, minuman. Adapun Sumber-sumber penularan mikroorganisme dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pasien

Dalam hal ini, kuman peyebab penyakit dapat menyebar ke:

  • Pasien lain

  • Petugas rumah sakit

  • Pengunjung

2. Petugas (perawat, dokter)

Yaitu orang yang berhubungan langsung dengan pasien, maka dapat membawa kuman penyakit dan dapat menyebarkan pada :

  • Pasien lain

  • diri sendiri

  • alat-alat

3. Pengunjung: dapat terkontaminasi dari lingkungan luar/carrier dapat menyebar ke:

  • pasien

  • lingkungan rumah sakit

4. Sumber lain

  • lingkungan rumah sakit yang tidak bersih

  • alat-alat perawtan rumah sakit yang tidak bersih/ steril

  • alat-alat atau barang-barang pasien dari rumah/ dari luar rumah sakit

Dalam hal ini kuman dapat menyebar kepasien, pengunjung, dan petugas.

Kuman penyebab infeksi nosokomial

Distribusi kuman penyebab infeksi nosokomial adalah sebagai berikut : kuman aerob 91 %, kuman anaerob 2 %, jamur 6 %, virus, protozoa dan parasit 1 %. National Nosocomial Infection Study (NNIS) selama 1980 sampai 1982 mendapatkan bahwa kuman yang terbanyak menyebabkan infeksi nosokomial berturut-turut adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus faecalis, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp, Proteus sp, Enterobacter sp, Staphylococcus koagulase negatif, Candida sp, serratia sp, Bacteroides sp, Streptococcus grup B.

Menurut Bennett dan Brachman penyebab terbanyak infeksi nosokomial ialah kuman gram negatif. Staphylococcus aureus merupakan kuman yang tersering sebagai penyebab infeksi nosokomial pada luka operasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah host, agent dan enviroment.

Faktor host yang berperan ialah jenis kelamin, usia, dan daya tahan tubuh. Faktor jenis kelamin pada kejadian infeksi nosokomial lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, pada wanita kejadian infeksi saluran kemih dua kali lebih banyak daripada pria. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda sedangkan faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial.

Faktor lingkungan yang berperan dan perlu diperhatikan ialah iklim, kebersihan, ruang perawatan, lama perawatan, penggunaan alat penolong kehidupan dan lamanya operasi. Peningkatan infeksi nosokomial oleh Acinetobacter setiap bulan Juli sampai dengan September, walaupun belum diketahui sebabnya dan diduga berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena tidak dilaksanakannya kebersihan rumah sakit, antara lain karena tidak membiasakan mencuci tangan, menggunakan alat-alat kesehatan yang tidak steril, tidak menjaga kebersihan lingkungan. Penderita yang dirawat di rumah sakit pada ruang perawatan dengan jumlah tempat tidur yang berlebihan memudahkan terjadinya infeksi nosokomial. Perawatan beberapa macam penyakit menular di dalam suatu ruangan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Juga ruangan dengan kebersihan kurang, sirkulasi cahaya yang kurang baik dapat memudahkan timbulnya infeksi nosokomial. Semakin lama dirawat di rumah sakit semakin mudah terkena infeksi nosokomial. Menurut Haley mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Penggunaan alat bantu kelangsungan hidup yang terkontaminasi dapat menimbulkan infeksi nosokomial yaitu alat hemodialisa, alat pernafasan, pemasangan infus, transfusi darah dan pemasangan pentil pada SSP. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.

Potensi patogenik kuman tergantung dari kemampuan untuk melakukan invasi, bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam jaringan tuan rumah, menghambat pertahanan tuan rumah dan menyebabkan kerusakan jaringan host. Virulensi kuman berkaitan dengan daya invasi kuman dan ini menentukan berat ringannya suatu penyakit. Jumlah kuman juga mempengaruhi proses terjadinya infeksi.

Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada faktor-faktor di bawah ini:

1. Faktor pasien

  • Usia: penderita usia lanjut dan anak-anak lebih rentan ketahanannya daripada penderita usia muda, dewasa muda.

  • Pasien dengan gannguan penurunan daya tahan: immunologik, misalnya leukemia, tumor ganas dan transplantasi organ.

  • Status gizi pasien

  • Daya tahan tubuh penderita

  • Berat ringannya penyakit yang diderita

  • Status imunisasi/lengkap atau tidak lengkap

  • Situasi yang dapat menimbulkan immunitas pasien yang mengalami pembedahan atau tindakan invasif (tindakan memeasukkan alat kesehatan kedalam tubuh pasien seperti: kateterisasi, endoskopi, fiksasi internal orthopedi (plat dan skrub)

  • Herediter: kelainan bawaan berupa rendahnya serum immunoglobulin

  • Pasien dengan luka bakar.

2. Faktor infeksi kuman/ virus

Kuman penyebab infeksi nosokomial antara lain: stapilococcusaureus, spesies klebsiella, apesies salmonella, E. Coli, micobacteria, tuberculosa, virus dan fungus.

Infeksi ini ditularkan dari suatu tempat atau dari sesorang keorang lain melalui beberapa cara:

  • Melalui udara antara lain varicella, measles, diptheria, TBC, pneumonia

  • Melalui kontak langsung atau tidak langsung misalnya infeksi pasca bedah atau pada waktu pembedahan, luka bakar, infeksi kulit dan infeksi virus hepatitis B.

  • Melalui oral atau feces, misalnya salmonella, hepatitis A atau enteritis, E. Coli.

3. Faktor Lingkungan

  • Jumlah yang dirawat pada satu ruangan perawatan, makin banyak penderita yang berada pada satu ruangan makin rentang terjadinya kontak sesama penderita.

  • Ventilasi udara yang tidak baik.

  • Sumber air yang terkontaminasi oleh kuman

  • Fasilitas ruangan yang sulit dikendalikan

  • Pengunjung rumah sakit yang tidak bisa dikendalikan

4. Faktor petugas

  • Petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik

  • Tidak ditaati prosedur kerja yang berlaku pada unit perawatan

  • Penggunaan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar sterilitas

Ada 3 jenis kontak langsung : kontak langsung (penularan fisik antar penderita dengan calon korban). Kontak tidak langsung (kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi, seperti: tangan yang kotor dan kontak droplet (kontak dengan sekresi tubuh penderita). Umumnya infeksi pernapasan melalui kontak droplet ini.

Batasan infeksi nosokomial luka operasi

Menurut Djojosugito, et al (1989) luka operasi dinyatakan infeksi bila didapat pus pada luka operasi (pus pada benang jahitan tidak termasuk infeksi) dan diduga infeksi bila temperatur > 37,5 ° C pada axiler, keluar cairan serous (exudat) dari luka operasi, sekitar luka operasi oedem dan kemerahan

Untuk menentukan apakah infeksi luka operasi tersebut termasuk infeksi nosokomial atau tidak, diperlukan keterangan mengenai jenis tindakan operasi yang dilakukan, yaitu :

(1) Operasi bersih (Clean)

Adalah operasi yang bersifat non traumatik, tidak terinfeksi. Misalnya; pembedahan non traumatik, tidak ada daerah peradangan yang dibuka, tidak melanggar tata cara aseptik antiseptik dan melaksanakan teknik operasi steril, tidak membuka saluran pernafasan, pencernaan dan kemih. Operasi bersih umumnya dilakukan secara elektif, dijahit primer dan tanpa drain. Untuk kelas ini tidak diperlukan antibiotik profilaksis, kecuali bila ada pemasangan prosthesis, infection rate 1-3 %

(2) Operasi bersih terkontaminasi (Clean contaminted)

Tindakan bedah akan membuka saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih. Tapi tanpa terjadi kontaminasi berlebihan atau apabila luka di drain secara mekanik. Misalnya saluran gastrointestinal atau saluran pernafasan dibuka tanpa kontaminasi berlebihan, appendiktomi, membuka oropharinx, membuka vagina, membuka saluran kemih yang tidak terinfeksi, ada pelanggaran ringan terhadap tata cara dan teknik operasi. Profilaksis antibiotik hanya dilakukan pada pasien resiko tinggi seperti usila, malnutrisi, diabetes mellitus, mendapat obat immunosupresi, infection rate 8 - 10 %.

(3) Operasi terkontaminasi (Contaminated)

Yaitu operasi yang melibatkan daerah dengan luka terbuka 6 - 10 jam dengan atau tanpa benda asing.Termasuk luka akibat trauma yang masih baru, ada pelanggaran kuman jelas terhadap tata cara dan teknik operasi yang steril atau insisi melalui daerah yang sedang mengalami peradangan non purulen akut. Misalnya pelanggaran tata cara teknik operasi steril, kontaminasi berlebihan dari isi saluran gastrointestinal, luka akibat tauma yang masih baru dan terbuka, membuka saluran kemih atau saluran empedu yang terinfeksi. Profilaksis harus diberikan, infection rate mencapai 15 - 20 %.

(4) Operasi kotor terinfeksi (Dirty and infected)

Yaitu operasi yang melibatkan daerah dengan luka terbuka lebih dari 10 jam disertai tanda-tanda klinis infeksi dan perforasi organ viscera, dalam hal ini kuman-kuman yang akan menimbulkan infeksi post operatif telah ada di lapangan operasi sejak sebelum operasi dilakukan. Misalnya peradangan akut akibat bakteri telah menimbulkan pus, membuka jaringan sehat untuk mencapai daerah yang ada pus, perforasi usus, luka akibat trauma yang mengandung jaringan non vital, benda asing, feses, luka yang terbengkalai atau terlambat dan luka kotor. Tidak saja profilaksis, terapipun harus diberikan sebelum operasi, infection rate mencapai 27 - 40 %.

Kriteria infeksi nosokomial luka operasi

(1) Bila terjadi infeksi pada tindakan operasi bersih atau bersih terkontaminasi

(2) Bila terjadi infeksi pada tindakan operasi terkontaminasi atau kotor dan hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi dapat mengidentifikasi kuman yang berbeda dengan hasil kultur sebelumnya.

Faktor risiko infeksi luka operasi

(1) Tingkat kontaminasi luka

(2) Faktor penjamu :

  • Usia ekstrim (sangat muda/tua)

  • Obesitas

  • Adanya infeksi perioperatif

  • Penggunaan kortikosteroid atau obat yang menekan daya tahan tubuh (immunosupresif).

  • Diabetes mellitus

  • Malnutrisi berat

(3)Faktor pada lokasi luka :

  • Pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran)

  • Devitalisasi jaringan

  • Benda asing

  • Suplai darah yang buruk ke daerah operasi

  • Lokasi operasi yang mudah tercemar (dekat perineum)

(4) Lama perawatan sebelum operasi

(5) Lama operasi

Persiapan pre operatif dalam pencegahan infeksi luka operasi

Memperbaiki status nutrisi

Pada klien yang dilakukan pembedahan penting diberikan makanan yang bergizi. Hal ini menyangkut keadaan dimana sebelum, selama dan setelah pembedahan harus puasa sampai peristaltik usus sudah ada sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik klien. Pembedahan itu sendiri meningkatkan metabolisme rate tubuh yang berakibat berkurangnya energi dan protein yang diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin. Apalagi pada klien BPH sering terjadi pada usila yang sangat suseptible terhadap ketidakseimbangan nutrisi.

Malnutrisi dan obesitas dapat meningkatkan resiko pembedahan. Pembedahan biasanya meningkatkan metabolisme tubuh dan berakibat habisnya kalium, asam ascorbit, dan vitamin B dan semua yang membutuhkan penyembuhan luka dan pembetukan fibrin. Pada klien malnutrisi, hipoproteinemi menghambat pemulihan post opertif. Keseimbangan negatif nitrogen mungkin akibat dari habisnya cadangan protein. Situasi yang meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditas adalah penyembuhan luka. Pada klien obesitas sering mengalami kurang gizi karena jeleknya kebiasaan makan dan ketidakseimbangan diet. Klien seperti ini dapat meningkatkan sulitnya penyembuhan luka secara sempurna disebabkan adanya excessive jarinngan adiposa. Jaringan lemak kurang mengandung nutrient, kurang vaskularisasi dan memiliki sedikit kolagen. Hal tersebut sangat penting untuk penyembuhan luka.

Pencukuran daerah suprapubik dan genitalia

Pencukuran merupakan sumber kontaminasi dari area pembedahan dan mengakibatkan trauma kulit sehingga mikroorganisme resident (flora normal) keluar dari bawah permukaan kulit dan menjadi pathogen yang dapat mengkontaminasi luka. Karena itu pencukuran sebaiknya menggunakan razor elektrik untuk meminimalkan trauma kulit. Pencukuran rambut dengan pencukur elektrik mengurangi kemungkinan komplikasi dibandingkan dengan menggunakan razor biasa atau pencukur silet (Ignatavicius, et al, 1995 : 364).

Pencukuran menyebabkan adanya potensi infeksi, karena itu jika pencukuran diperlukan, rambut harus diambil dengan menggunakan razor steril dan prinsip aseptik segera sebelum prosedur pembedahan dimulai. Oleh sebab itu, sebaiknya pencukuran dilakukan sedekat mungkin dengan waktu operasi dan dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi kontaminasi dengan lingkungan. Dengan demikian persiapan pencukuran dilakukan di ruang tindakan, holding area dari ruang operasi.

Pencucian daerah suprapubik dan genitalia

Menurut Atkinson, L.J, Kohn, M.L. (1995) mikroorganisme yang transient dapat diangkat dengan pencucian secara mekanik. Sedangkan mikroorganisme yang resident dapat ditekan pertumbuhannya dengan pencucian kimiawi dalam hal ini pengunaan antiseptik dalam konsentrasi tertentu. Pencucian daerah suprapubik dan genitalia menggunakan savlon (hibiscrub 4 %). Konsentrasi 4 % dapat memberikan efek antimikroba terhadap gram positif dan gram negatif. Akumulasi sisa pada kulit dengan penggunaan ulang dan menghasilkan efek yang diperpanjang. Hibiscrub 4 % efektif dengan segera dan mengurangi mikroorganisme resident (di bawah permukaan kulit), kelenjar kulit) dan mikroorganisme transiet (menempel pada permukaan kulit). Bila tidak memungkinkan, bisa menggunakan bahan yang tidak merangsang seperti sabun. Luas area yang dibersihkan dengan radius batas atas setinggi pusar ke samping kiri kanan perut dan bawah dari proksimal ke paha.

Antiseptik yang dianjurkan untuk membilas adalah :

(1) Chlorhexidine gluconate 4 % (Hibitane, Hibiscrub)

Konsentrasi 4 % dari Chlorhexidine gluconate dapat memberikan efek antimikroba terhadap gram positif dan gram negatif. Akumulasi sisa pada kulit dengan penggunaan ulang dan menghasilkan efek yang diperpanjang. Chlorhexidine gluconate efektif dengan segera dan mengurangi mikroorganisme resident (di bawah permukaan kulit) dan mikroorganisme transiet (menempel pada permukaan kulit). Agen ini bersifat bakterisida.

(2) Povidone-iodine 10 %

Detergen iodine-kompleks dengan nama lain iodophor. Pembersih yang efektif, iodophor juga meninggalkan efek yang tidak merusak kulit. Povidone-iodine membunuh dengan efektif gram positif demikian juga gram negatif. Kemampuan membunuh dapat dipertahankan dalam 8 jam. Orang yang alergi dengan iodine seharusnya tidak cuci tangan dengan iodophor.

(3) Hexachlorophene 0,1 %

Tipe ini paling efektif setelah terbentuk aksi supresi yang disebabkan oleh penggunaan yang teratur. Lapisan residual pada kulit efektif untuk mencegah proliferasi gram positif, tetapi tidak efektif untuk menekan proliferasi gram negatif. Aksi dari agen ini dapat dirusak oleh alkohol.

(4) Triclosan 1 %

Larutan triclosan 1 % adalah agen antimikroba yang tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan menghambat pertumbuhan kuman gram positif dan negatif. Triclosan berkembang baik pada aksi kumulatif supresi apabila digunakan secara rutin. Triclosan dicampur dengan lanolin dan petrolatum dalam bentuk krim, sabun halus. Triclosan dapat digunakan oleh orang yang sensitif terhadap antiseptik lain.

(5) Alkohol 70 %

Agen ini bekerja cepat serta bersifat bakterisida terhadap gram positif dan gram negatif.

ngompresan daerah yang akan dioperasi

Menurut Ignatavicius (1995) setelah pembilasan daerah suprapubik dan genitalia dilakukan pengompresan daerah yang akan dioperasi dengan alkohol 70 % sepanjang daerah yang akan dioperasi. Tujuan pengompresan untuk mendesinfeksi daerah yang akan dioperasi dari kuman-kuman yang ada dan menyerap lemak pada permukaan kulit. Sekresi lemak dari pori-pori kulit yang mengering disenangi oleh kuman yang menimbulkan rasa gatal sehingga bisa menimbulkan luka yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.

Pengompresan menggunakan antiseptik alkohol 70 % karena bersifat bakterisida dan efektif untuk gram positif dan negatif

Pemberian profilaksis

Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba pada operasi terkontaminasi dan kotor untuk tujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan dengan tujuan pengobatan infeksi post operatif. Pemilihan pengobatan antimikroba pada kondisi seperti ini didasarkan pada pengetahuan tentang kemungkinan infeksi bakteri, hasil kultur pre operatif dan pemeriksaan jaringan yang terinfeksi yang ditemukan pada pembedahan. Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.

Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat mikroorganisme pada waktu masuk dan sebelum terjadi kolonisasi. Agar efektif, profilaksis antibiotik harus diberikan dalam konsentrasi yang cukup sampai ke jaringan pada luka yang terkontaminasi. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang menyebabkan kolonisasi pada pasien. Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi elektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688).

Menurut Depkes (1993), antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik harus memenuhi syarat :

(1) Tepat dosis

(2) Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis, atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler, atau bedah jantung).

(3) Tepat cara pemberian (harus diberikan secara I.V. 2 jam sebelum insisi dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam).

(4) Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab Infeksi Luka Operasi).

Sedangkan antibiotik oral hanya digunakan untuk operasi kolorektal, dan diberikan tidak lebih dari 24 jam.

Hari rawat sebelum operasi harus sesingkat mungkin

Lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi. Suatu studi menunjukkan bahwa waktu rawat yang pendek sebelum operasi berhubungan dengan rendahnya kejadian infeksi (Atkinson, L.J, Kohn, M.L, 1995 : 102). Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu (Malangoni, 1997 : 142).

Oleh karena itu sebaiknya waktu rawat sebelum operasi diupayakan sesingkat mungkin. Pemeriksaaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra bedah menjadi pendek. Demikian pula dengan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi diperbaiki antara lain : infeksi, pemakaian kortikosteroid mengawasi berat badan terutama untuk operasi elektif, setidaknya tidak malnutrisi dan obesitas, dan menghilangkan atau mengontrol infeksi di luar penyakit primer seperti diabetes mellitus.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN RESIKO INFEKSI

A. PENGKAJIAN

1. Keluhan Utama : Nyeri, demam, adanya pembengkakan/luka, lemas, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, gejala spesifik seperti nyeri BAK, sakit menelan dll.

2. Riwayat Penyakit sekarang : proses penyakit (kapan mulai keluhan, sifat keluhan, sudah berapa lama, faktor yang mempengaruhi infeksi)

3. Riwayat penyakit dahulu:

  • Riwayat infeksi

  • Tindakan pengobatan dan perawatan yg pernah, sedang dilakukan dan lanjutannya

  • Riwayat imunisasi

  • Status nutrisi

4. Data Pendukung: stress emosional yang dialami 6 bulan terakhir

5. Data Fisik

a. Tanda dan Gejala Lokal Infeksi

  • Kemerahan dan berair pada kulit/membrane mukosa

  • Nyeri dan teraba lunak saat palpasi/bergerak

  • Teraba panas pada daerah yang terinfeksi

  • Pada luka terbuka, cairan luka berubah warna

  • Tanda dan gejala sistemik infeksi

  • Panas
  • Peningkatan nadi, pernapasan

  • Lesu, lemah

  • Anoreksia, mual, muntah

  • Pembesaran kelenjar limfe dan pembengkakan pada daerah infeksi

6. Data Laboratorium

  • Perubahan jumlah leukosit (normal 4500 - 11000)

  • Peningkatan/penurunan jenis leukosit

  • Neutropil (normal 54-75 %) –> Meningkat pada infeksi akut suppurative, mungkin menurun pada infeksi akut bakterial

  • Limposit (normal 26 - 40 %) –>Meningkat pada infeksi kronis bakteri dan virus

  • Eusonopil (normal 1 - 4 %), secara umum tidak berubah
  • Perubahan ESR (eritrosit sedimentation rate)/LED meningkat pada proses inflamasi

  • Pada kultur urine, darah, sputum atau cairan lain terdapat mikroorganisme patogenik

7. Data Sosial

  • Keadaan lingkunagn tempat tinggal dan tempat kerja

  • Status sosial ekonomi

  • Kebiasaan sehari-hari serta budayanya

  • Kepercayaan yang dianut, dll

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi/aktual infeksi berhubungan dengan:

  • Kurang/tidak adanya imunisasi

  • Integritas kulit kurang baik

  • Penyakit kronis

  • Pengobatan dengan kortikosteroid

  • Khemoterapi

  • Pembedahan

  • Efek tindakan invasif

  • Malnutrisi

2. Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan :

  • kesalahan informasi tentang transmisi dari mukroorganisme

3. Resiko tinggi menurunnya aktivitas berhububungan dengan :

  • Menderita penyakit menular

  • Lingkungan RS yang monoton

5. diagnosa keperawatan lain yang muncul adalah:

a. Pada pasien yang terisolasi à gangguan harga diri

b. Pada pasien AIDS ;

  • kecemasan, ketakutan

  • keputusasaan, ketidak berdayaan

C. PERENCANAAN & IMPLEMENTASI

a. Tujuan yang akan dicapai

  • Mempertahankan/memulihkan pertahanan tubuh

  • mencegah penyebaran infeksi

  • mengurangi/mencegah permasalahan yang timbul karena infeksi

b. Intervensi

a. Pada klien dengan infeksi

  • Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan jika diminta

  • Lakukan test intradermal skin

  • Tentukan dan pertahankan kemampuan pertahanan tubuh

  • Beri pengobatan dan monitor efektivitasnya

  • Beri terapi immun sesuia intruksi medis (vaksin, anti toksin)

  • Lakukan humidifier pada pasien batuk

  • Batasi aktifitas klien

  • Beri posisi yang nyaman, lakukan relaksasi dan beri analgesik

  • Minimalkan kehilangan cairan, monitor output urine yang sebanding dengan intake

  • Observasi dan catat tanda vital klien

  • Kaji bunyi nafas pada pasien yang mengalami infeksi pernapasan

  • Periksa specimen (sputum, darah, dll) secara periodik

  • Ajarkan klien dan keluarga tentang infeksi, penyebaran dan pencegahan

b. Mencegah infeksi

  • Peralatan dibersihkan, desinfektan dan disterilkan dengan benar sebelum digunakan dengan benar sebelum digunakan

  • Ajarakan klen dan keluarga tentang cara-cara membersihkan, desinfektan dan mensterilakn peralatan

  • Ganti pakaian dan verban bila basah

  • Buang urine dan feces pada tempatnya

  • Wadah yang berisi air seperti botol drainage/botol suction ditutup

  • Hindari bicara, batuk pada luka yang terbuka atau bagian yang steril, tutup mulut jika batuk/menguap

  • Gunakan pasu sarung untuk mencegah jatuh dan buang pada tempatnya

  • Gunakan tekhnik aseptik pada pasien yang terinfeksi

  • Gunakan masker jika akan melakukan kontak dengan pasien yang mempunyai kemungkinan mentransfer infeksi melalui saluran pernapasan

  • Gunakan sarung tangan jika akan menyentuh sekret/eksresi yang terinfeksi

  • Jika mungkin gunakan kacamaata pelindung selama prosedur irigasi atau ada kemungkinan muncrat cairan tubuh

  • Gunakan tekhnik steril ketika menyuntik dan memasang kateter

  • Gunakan tejhnik steril ketika merawat luka terbuka

  • Gunakan jarum dispossible

  • Ajarkan klien untuk melakukan perawatan personal

  • Pertahankan integritas kulit dan mukosa membrane

  • Beri klien diet yasng seimbang

  • Ajarkan tentang pentingnya imunisasi

b. Pencegahan penyebaran infeksi

  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau melakukan prosedur atau sudah kontak dengan bagian tubuh klien

  • Lakukan pengurangan/pembatasan organisme pada lingkungan misalnya: sering ganti pakaian

  • Letakkan materi yang tidak terpakai dan kotor pada tempat yang aman dan terlindung

  • Gunakan jarum secara hati-hati untuk menghindari infeksi, jangan memakai h\jarum untuk dua kali tindakan

  • Gunakan tekhnik asepsis ketika menyuntik dan memasang kateter, dll

  • Perhatikan keadaan kulit (adanya lesi, ulser, penekanan satu area, edema perubahan suhu dan warna)

  • Keringkan kulit setelah mandi dan beri lotion terutama pada daerah kering

  • Beri posisi miring kanan dan kiri setiap dua jam

  • Lakukan tindakan pencegahan/perawatan dekubitus

  • Gunakan tekhnik asepsis ketika rawat luka

  • Monitor perubahan tanda vital

  • Jika mungkin tempatkan pasien yang beresiko tinggi untuk infeksi diruangan isolasi

  • Anjurkan klien untuk bergerak, batuk dan nafas dalam sedikitnya tiap dua jam dan gunakan teknik asepsis ketika suction

  • Laporkan keadaan sekret dan monitor hasil laboratorium (kultur sputum)

  • Beri intake cairan 2 - 3 liter/hari, kecuali jiak ada kontra indikasi, bantu klien memperoleh intake nutrisi yang optimal

  • Cegah infeksi traktus urinarius

  • Observasi karakteristik urine dan pengeluaran urine

D. EVALUASI

Evaluasi adalah tolok ukur dari tujuan pada klien, perawat memerlukan bentuk-bentuk kriteria evaluasi yang terdiri dari:

  • pertanyaan pada klien tentang penyebab atau faktor resiko dari infeksi, keyakinan dalam mengurangi resiko infeksi, tindakan praktis untuk mencegah infeksi, tindakan imunisasi dan adanya tanda dan gejala yang spesifik dari infeksi

  • Observasi tanda-tanda infeksi, contoh: status tindakan insisi

  • Review data laboratorium, contoh : kultur sekresi tubuh, eksresi, eksudasi dan jumlah sel darah putih

Contoh pernyataan evaluasi yang diindikasikan tujuan dengan tolok ukur:

  • Klien memverbalisasikan pernyataan dalam pengurangan resiko terhadap infeksi

  • Klien menyatakan tondakan imunisasi diphteria

  • Keringnya luka tindakan incision dan bebas inflamasi

Beberapa fasilitas kesehatan merupakan komite pengontrol infeksi. Yang bertanggung jawab terhadap pencari fakta, pengontrol, pencegahan infeksi. Komisi akreditasi rumah sakit (JCAH) membuat rekomendasi pada rumah sakit - rumah sakit untuk bersama membentuk pengontrol infeksi.

Tanggung jawab komite pengotrol infeksi adalah:

  1. Menyeimbangkan sistem pencatatan infeksi

  2. Menjaga/menyimpan infeksi records (catatan pelaporan infesksi)

  3. Mereview dan membuat rekomndasi tentang praktik asepsis rumah sakit

  4. Mereview pelayanan bakteriologis rumah sakit

  5. Melakukan program pendidikan pada pelayanan rumah sakit

Perawat pengontrol infeksi merupakan bagian dari komite tersebut. Tanggung jawab perawat, sering rancu dengan perawat epidemiologi yaitu:

  1. Peningkatan lingkungan personel yang membantu mengontrol infeksi

  2. Pelaksanan pencari fakta epidemiologi yang dirumuskan dalam data statistik dan fakta-fakta

  3. Supervisi pada program pengontrol infeksi rumah sakit

Bagaimana perawat pengontrol infeksi bertugas dan bertnggung jawab pada suatu unit? Yaitu melalui langakah-langkah sebagai berikut:

  1. Meningkatkan dan mendorong nilai positif terhadap kontrol infeksi

  2. Mencatat dan melaporkan informasi yang relevan pada komite pengontrol infeksi rumah sakit, contoh: masalah-masalah dengan tindakan tertentu

  3. Membuat dan mempersentasikan proposal tentang pengontrolan infeksi pada komite

  4. Melakukan program pendidikan pengontrol infeksi pada staff

  5. Mengumpulkan dan menganalisa data berkenaan dengan infeksi nosokomial terhadap sejumlah klien dan staff

  6. Mengajarkan klien, mensupport. Dan tindakan protektif secara spesikfik pada staff

  7. Mencari fakta terjadinya infeksi-infeksi yang tidak jelas/nyata

  8. Memberikan konsultasi pada staff dalam tidakan pengontrolan infeksi

  9. Mengkoordinasikan program rumah sakit dan masyarakat

  10. Bekerja pada rumah sakit terutama pada unit kesehatan/masyarakat

By Iwan, S.Kp


Baca Selengkapnya ....

Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi (The Practice Of Infection Control In Dentistry)

Posted by Dedy Saputra 0 comments


Abstract

Pathogenic microorganisms that are present in blood, saliva, and dental plaque can contamitnate the hands of dental health care personnel. These microorganisms can contaminate instruments, dental equipment adn other enviromental surfaces. Infection control includes the precautions necessary to protect the dentists, employees and patients from the spread of infectious diseases through the dental practices. Infection control procedures must be used for all patients and for all dental procedures. All instruments used in intra oral treatment must be sterilized. All surfaces and items touched by hands contaminated with saliva or blood that cannot be sterilized should be scrupulously cleaned and disinfected with and effective agent, as an alternative is to use protective covers which is impermeable to water.

Keywords : infection control, dental practice.


Abstrak

Mikroorganisme patogen yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi dapat mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi. Mikroorganisme ini dapat mengkontaminasi instrumen, peralatan kedokteran gigi dan permukaan dari peralatan lain dalam ruang praktek. Tindakan pencegahan termasuk semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi dokter gigi, karyawan, dan pasien dari penyebaran penyakit infeksi melalui perawatan gigi. Prosedur tindakan pencegahan infeksi harus ditujukan terhadap semua pasien dan terhadap semua tindakan perawatan gigi. Semua instrumen yang digunakan dalam rongga mulut harus disterilkan. Semua permukaan dan alat-alat yang disentuh oleh tangan yang terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat disterilkan harus benar-benar dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan yang efektif, dengan alternatif hanya ditututpi dengan bahan penutup yang kedap air.

Kata kunci : pengendalian infeksi, praktek dokter gigi.


Pendahuluan

Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan seperti sterilisasi dan desinfeksi. Dokter gigi harus menganggap pasiennya adalah carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau tuberculosis (TBC), dan harus selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan.

Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.

Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang. (1)

Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain aalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. (2) Metode sterilisasi dan asepsis masa kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata telah menurunkan resiko terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya. (1)


Tinjauan Pustaka

Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui : (3)
1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi.
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi.
3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka maupun yang utuh atau mukosa.
4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.

Kontrol infeksi secara umum
Dokter gigi tidak mungkin yakin bahwa pasien yang datang untuk perawatan giginya adalah carrier mikroorganisme infektif atau bukan, oleh karena itu semua pasien yang datang harus dianggap merupakan carrier dari mikroorganisme patogen. Semua prosedur klinis yang dilakukan pada semua pasien harus dilakukan dengan menggunakan kontrol infeksi yang umum. (2)

Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain tangan, saliva, sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut, demikian pula instrumen gigi serta peralatan lainnya harus betul-betul diperhatikan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi.

Kontaminasi dari rongga mulut dan luka yang terbuka dapat disebabkan oleh udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan, plak, karang gigi, bahan tumpatan gigi serta debris. Flora mulut pasien yang patogen dapat masuk ke dalam jaringan lain atau organ (autogenous infection) seperti pada katup jantung yang lemah, sendi palsu dan jaringan lunak sekitarnya atau tulang. (1)

Infeksi melalui udara
Mikroorganisme yang ditularkan melalui udara terdapat pada aerosol yang terhirup dan karenanya dapat menyebabkan penyakit influenza, commond cold, dan tuberkulosis. Bila terjadi aerosol misalnya oleh instrumen kecepatan tinggi, terbentuk percikan-percikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Percikan yang diameternya lebih besar dari 100 nanometer yang dinamakan splatter akan cepat jatuh oleh gaya tarik bumi, sedang percikan yang umum terjadi adalah berukuran diameter kurang dari 100 nanometer. Percikan kecil ini dengan cepat menguap dan tetap ada pada udara selama beberapa jam sebagai droplet nuclei yang mengandung saliva atau sekresi serum yang kering dan mikroorganisme.

Infeksi melalui benda tajam dan jarum suntik
Jlur utma terjadinya penularan penyakit infeksi dalam bidang kedokteran gigi yaitu melalui kulit atau mukosa yang terluka oleh benda tajam atau jarum suntik, termasuk di sini adalah penyebaran penyakit hepatitis B dari pasien ke dokter gigi dan sebaliknya yang sudah terbukti.

Prosedur pencegahan infeksi
Prosedur pencegahan infeksi ada beberapa tahap :
- Evaluasi pasien
- Perlindungan diri
- Sterilisasi instrumen
- Disinfeksi permukaan
- Laboratorium yang asepsis
- Pembuangan sampah

Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.

Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk :
- Kebersihan diri.
- Pemakaian baju praktek.
- Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam.
- Imunisasi.

Kebersihan diri
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter gigi harus :
- Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.
- Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus memakai sarung tangan).
- Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna memakai sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai sarung tangan.

Pemakaian baju praktek
- Dokter gigi dan stafnya harus memakai baju yang bersih dan baru dicuci.
- Baju tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi.
- Baju praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, untuk baju yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri.

Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. (1)

Proteksi (1)
Untuk maksud ini harus menggunakan :
- Sarung tangan
- Kacamata
- Masker
- Rubber dam

Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran pernafasan dan mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak boleh memakai perhiasan seperti cincin, gelang, dan jam tangan pada saat merawat pasien. Tangan harus dicuci dengan sikat dan sabun yang mengandung zat antimikrobial seperti iodofor (1% iodine), klorheksidin glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3% atau alkohol (70% isopropil aklohol) dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit selama 10 detik dan dikeringkan dengan memakai pengering otomatis atau tissue.

Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya maupun pasien. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks, walaupun hal ini jarang terjadi.

Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
- Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.
- Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.
- Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus membersihkan alat, permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.

Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang kedap air sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila sedang mengalami luka yang bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga luka tersebut benar-benar sembuh.

Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung tangan karena akan mengurangi nilai protektifnya.

Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk melindungi mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik.

Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi yang memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol dengan memakai penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka sebelum makan dan juga mencuci muka serta rambut sebelum tidur. Bakteri patogen dan beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.

Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah.

Efektivitas penyaringan dari masker tergantung dari :
- Bahan yang dipakai, masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas.
- Lama pemakaian, lama pemakaian yang efektif adalah 30-60 menit, terutama bila masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker untuk tiap pasien.

Rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol. Pemakaian rubber dam memungkinkan :
- Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat.
- Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi terjadinya luka pada jaringan dan mengurangi perdarahan.
- Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva diatas rubber dam.

Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella (bagi dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti tetanus, poliomyelitis dan difteri. Di USA dianjurkan imunisasi terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan influenza. (2)

Metode asepsis (1)
Selama perawatan gigi banyak benda, instrumen, dan peralatan di kamar praktek yang terkontaminasi baik secara langsung melalui tangan atau melalui splatter dan aerosol. Usahakan agar barang-barang yang dibutuhkan di ruang praktek seminimal mungkin dan tentukan mana yang dapat ditutupi, disterilkan atau didisinfeksi. Tentukan mana yang harus dibersihkan tiap hari dan mana yang cukup dibersihkan seminggu sekali, lantai dan juga permukaan lain yang datar harus didisinfeksi.

Penutupan
Dengan menutupi benda dapat mengurangi kebutuhan untuk desinfeksi. Penutupan yang paling berguna dan sederhana adalah kertas, plastik atau aluminium foil dan diganti tiap pasien.

Alat-alat yang dapat ditutupi :
- Baki instrumen, tutupi dengan bib yaitu kertas yang dilapisi plastik.
- Ujung alat rontgen ditutupi dengan plastik atau kertas yang diberi selotip.
- Tombol-tombol pada unit gigi ditutupi dengan plastik atau aluminium foil.
- Sandaran kepala dibungkus dengan penutup dari plastik atau kantung khusus.
- Three way syringe dilapisi dengan plastik, dapat pula menggunakan ujung sekali pakai (disposable) atau yang dapat disterilkan.
- Ujung dari blood suction dilapisi dengan kantung plastik yang ujungnya digunting untuk memasukkan ujungnya.
- Pegangan lampu ditutupi dengan aluminium foil, kertas atau sepon berukuran 4 x 4 inci. Untuk beberapa unit terdapat pegangan yang dapat disterilkan.
- Ujung dari alat untuk menyinari tumpatan komposit, pegangan dan tombol trigger ditutupi dengan pembungkus plastik dan diberi selotip.

Beberapa alat-alat yang tidak dapat ditutupi, harus disterilkan atau didesinfeksi. Daerah operasional dapat dibersihkan dan didesinfeksi selama kurang lebih 10 menit.

Sterilisasi dan desinfeksi (2)
Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme sedang desinfeksi adalah proses yang membunuh atau menghilangkan mikroorganisme kecuali spora. Idealnya semua bentuk vegetatif mikroorganisme mati, namun dengan terjadinya pengurangan jumlah mikroorganisme patogen sampai pada tingkat yang tidak membahayakan masih dapat diterima.

Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap : (2)
- Pembersihan sebelum sterilisasi.
- Pembungkusan.
- Proses sterilisasi.
- Penyimpanan yang aseptik.

Dalam bidang kedokteran gigi pembersihan dapat dilakukan dengan :
- Pembersihan manual
- Pembersihan dengan ultrasonik

Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik, darah, dan saliva. Asisten dokter gigi yang membersihkan alat tersebut harus memakai sarung tangan heavy duty.

Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan detergen lebih aman, efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang tertutup selama paling tidak 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran air dan dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat. (1)

Pembersihan dengan ultrasonik lebih baik sebab :
- Meningkatkan efisiensi pembersihan
- Mengurangi bahaya aerolization dari partikel yang infeksius
- Mengurangi insiden terluka akibat benda tajam
- Mengurangi waktu kerja

Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinis yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan memakai :
- Nampan terbuka yang ditutup dengna kantung sterilisasi yang tembus pandang.
- Nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas sterilisasi.
- Bungkus secara individual dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.

Proses sterilisasi
Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui metode :
- Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
- Pemanasan kering (oven)
- Uap bahan kimia (chemivlave)

Metode sterilisasi yang tidak digunakan pada kedokteran gigi adalah gas etilen oksida dan radiasi gamma (yang digunakan pada pabrik alat-alat dari plastik) dan filtrasi (yang digunakan untuk mensterilkan obat suntik).

Pemanasan basah dengan tekanan tinggi
Siklus sterilisasi dari 134 derajat Celcius selama 3 menit pada 207 kPa untuk instrumen yang dibungkus maupun yang tidak dibungkus. (2) Cara kerja dari autoclave sama dengan pressure cooker. Uap jenuh lebih efisien membunuh mikroorganisme dibandingkan dengna perebusan maupun pemanasan kering (oven). Sterilisasi dapat dilakukan pada suhu 121 derajat Celcius pada 15 psi selama 15 menit atau 132 derajat Celcius pada 30 psi selama 3-7 menit untuk mensterilkan instrumen yang tidak dibungkus, tambahkan 5 menit untuk instrumen yang dibungkus. Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon, aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan (permeable) uap. (1)

Pemanasan kering
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160 derajat Celcius/ 170 derajat Celcius dan waktu yang lebih lama (2 jam/1 jam) untuk proses sterilisasi. (2) Menurut Nisengard dan Newman (1994) (1) suhu yang dipakai adalah 170 derajat Celcius selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan panas adalah 190 derajat Celcius, sedang untuk instrumen yang tidak dibungkus 6 menit.

Sterilisasi uap bahan kimia
Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138 kPa merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave (30 lawan 15-20 menit pada 138-176 kPa selama 30 menit setelah tercapai suhu yang dikehendaki).

Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Bahan kimia yang dipakai adalah campuran dari alkohol, formaldehid, keton, aseton, dan air. Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk mengeluarkan uap susa bahan kimia. (2)

Pembungkusan instrumen yang dianjurkan pada metoda ini adalah kain muslin, kertas, dan plastik yang "tembus" (permeable) uap atau nilon. (1)

Penyimpanan dari alat-alat yang steril
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai. Penyimpanan yang baik sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri, karena penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan instrumen tersebut tidak steril lagi. Lamanya sterilitas tergantung dari tempat dimana instrumen itu disimpan dan bahan yang dipakai untuk membungkus. Daerah yang tertutup dan terlindung dengan aliran udara yang minimal seperti pada lemari atau laci yang dapat dengan mudah didesinfeksi. Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.

Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. (4)

Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.

Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. (2)

Macam-macam desinfektan yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi : (2)

Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.

Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang kuat.

Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty.

Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.

Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.

Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).

Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.

Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).

Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.

Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit :
- Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
- Derifat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari. Keuntungannya adalah "efek tinggal" dan kurang menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
- Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.

Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit. (1)

Hasil cetakan (impressions)
Tekniker laboratorium gigi dan pasien lain sering kontak dengan mikroorganisme patogen dari cetakan gigi, hasil cetakan (stone casts) dan lain-lain. ADA menganjurkan agar semua cetakan harus dicuci untuk menghilangkan saliva, darah, dan debris, kemudian didesinfeksi sebelum dicor dengan dental stone atau sebelum dikirim ke laboratorium.

Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di spray dengan desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan selama beberapa waktu sesuai dengan petunjuk pabrik. (5)

Pembuangan sampah bekas praktek
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tissue bekas dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus ditangani secara hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik yang kuat dan tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda tajam. (6)


Pembahasan

Pada orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi terjadi peningkatan resiko terkena infeksi setelah merawat pasien. Penyebaran penyakit infeksi akibat pekernaan ini terjadi karena sebagian mikroorganisme patogen pada manusia terdapat pada sekresi mulut. Sebagai akibat dari kontak secara terus menerus dengan mikroorganisme yang terdapat pada darah dan saliva, insiden dari beberapa penyakit infeksi secara bermakna terjadi paling banyak pada orang-orang yang bekerja pada bidang kesehatan gigi bila dibandingkan dengan penduduk lainnya. Hepatitis B, tuberkulosis, dan infeksi virus Herpes simplex merupakan penyakit infeksi yang paling sering terjadi.

Sebagian dari masalah terletak pada kenyataan bahwa banyak dokter gigi maupun asistennya tidak menyadari adanya mikroorganisme patogen pada saliva dan darah selama melakukan perawatan. Bahaya ini seringkali tidak disadari oleh karena percikan yang timbul dari mulut pasien tidak terlihat, debris organik terlihat jernih tembus cahaya dan mengering sebagai lapisan jernih pada kulit, pakaian, dan permukaan lainnya. Crawford mendemonstrasikan terjadinya percikan ini dengan jalan mencelupkan jarinya dengan zat warna merah sebelum memulai perawatan, ternyata zat warna tadi terpercik ke berbagai permukaan selama perawatan.

Pada evaluasi pasuen secara umum harus diperoleh data yang berisi nama, usia, jenis kelamin, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan nomor telepon. Riwayat penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita, adanya penyakit keturunan harus dicatat, demikian pula keadaan sosial ekonominya, pendidikannya, apakah ia pengguna narkoba atau peminum minuman keras, semua hal-hal tersebut harus diketahui. Hal ini karena dari data tersebut juga dapat diperoleh informasi bahwa pasien tersebut merupakan orang yang beresiko tinggi terkena penyakit infeksi, seperti orang yang bekerja di bidang kesehatan, tentara, imigran dari negara belum berkembang, dan orang yang hidup atau bekerja pada suatu institusi. Sir William Osler bahkan mengatakan : "Jangan pernah merawat orang asing/orang yang tidak dikenal." (3)

Untuk pasien yang menderita penyakit infeksi seperti herpes, hepatitis B, mumps, cacar air, dan lain-lain sebaiknya perawatan ditunda hingga pasien sembuh, kecuali dalam keadaan darurat seperti pulpitis akut atau gangren dimana atap pulpa masih tertutup sehingga pasien sangat menderita kesakitan maka pasien dijadwalkan sebagai pasien terakhir dan kita harus melakukan tindakan pencegahan lengkap termasuk pemakaian rubber dam.

Tangan dokter gigi dan perawat gigi dapat merupakan "alat" yang efektif untuk menularkan infeksi dari pasien ke pasien yang lain. Teknik mencuci tangan yang sederhana dapat merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi yang didapat dari rumah sakit/praktek dokter gigi.

Surgical scrub yang merupakan pembersihan yang sistematis pada semua permukaan tangan dan jari-jari dengan desinfektan untuk waktu beberapa menit yang diikuti dengan pengeringan dengan handuk steril dan pemakaian sarung tangan dilakukan sebelum memegang jaringan atau peralatan yang steril. Pencucian tangan yang standar dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien dengan jalam membersihkan seluruh permukaan tangan dengan desinfektan selama 10-20 detik yang diikuti dengan pengeringan. (4)

Semmelweis dan Lister secara terpisah mengemukakan mengenai pentingnya pencucian tangan yang berulang-ulang dalam usaha mencegah penyebaran mikroorganisme dari satu orang ke orang lain.

Sarung tangan karet diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Prof. William Halstead, seorang ahli bedah pada Johns Hopkins University pada tahun 1890. ADA pada tahun 1976 menganjurkan pemakaian sarung tangan sekali pakai (disposable) untuk melindungi orang-orang yang bekerja pada bidang kedokteran gigi terhadap mikroorganisme patogen yang terdapat dalam darah. (7)

Apabila kita tiba-tiba harus memegang benda atau alat seperti membuka laci atau lemaru untuk mengambil botol medikamen atau memegang gagang telepon, maka harus melapis sarung tangan dengan sarung tangan yang biasa dipakai untuk mempersiapkan makanan dan dipakai untuk 1 orang pasien saja, agar saliva atau darah yang melekat pada sarung tangan tidak mengkontaminasi alat-alat tersebut.

Aerosol dan percikan dapat mengkontaminasi baju kerja dokter gigi dan asistennya. Baju praktek harus dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian dokter gigi. Untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi pada keluarga, baju praktek harus dilepas di tempat praktek dan dicuci secara terpisah dari pakaian lainnya. (3)

Efisiensi masker dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pernafasan tergantung dari bahannya dan lamanya pemakaian. (8) Masker yang menutupi mulut dan hidung dapat mengurangi masuknya mikroorganisme infeksius yang terdapat pada aerosol ke dalam saluran nafas. Masker juga dapat melindungi membran mukosa dari mulut dan hidung terhadap kontaminasi langsung. Bila masker dipakai lebih dari 20 menit, permukaan luarnya akan menjadi tempat perlekatan bagi bakteri patogen dan bukannya menjadi barrier, oleh karena itu dianjurkan untuk memakai 1 masker untuk tiap pasien.

Selama merawat pasien, partikel besar dari debris dan saliva dapat tersembur pada wajah dokter gigi. Partikel ini dapat mengandung konsentrasi tinggi dari bakteri dan secara fisik dapat melukai mata. Untuk ini kacamata pelindung harus dipakai, bukan hanya untuk mencegah terjadinya luka, tetapi juga untuk mencegah terjadinya infeksi, oleh karena mata dapat menjadi port d'entree bagi masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh.

Kacamata dapat memberi perlindungan pada bagian atas dan bagian sisi, dan beberapa model dibuat sehingga dapat dipakai di luar kacamata baca, selain kacamata dapat pula dipakau pelindung wajah yang terbuat dari plastik jernih (face shield). Kacamata yang terkontaminasi harus dicuci dengan air dan sabun, bilas sampai bersih dan disterilkan bila mungkin atau didesinfeksi dengan bahan yang tidak merusak. (3)

Banyak dokter gigi yang mengalami luka tusuk dan 88% melaporkan bahwa pernah terpercik wajahnya dengan cairan tubuh pasien. Dalam suatu penelitian di Pulau Karibia, Jamaika dilaporkan bahwa banyak terjadi luka tusuk dan percikan darah atau cairan tubuh pada wajah. Walaupun terjadinya infeksi melelui cara tersebut sedikit untuk infeksi HIV dan hanya sekitar 12-20% untuk hepatits B setelah terjadi luka tusuk, para dokter gigi harus waspada dan hati-hati dalam menangani benda-benda tajam dan memakai high vacuum suction, mengatur posisi pasien, memakai rubber dam dan masker serta kacamata pelindung. (8)

Kualitas air dalam unit gigi sangat penting bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi, karena mereka sering kontak dengan air dan aerosol yang berasal dari unit gigi. Kuman yang terdapat dalam air dari unit gigi dapat menyebabkan antara lain pneumonia, infeksi saluran pernafasan yang menyerupai flu ringan, dan yang agak jarang terjadi adalah infeksi pada luka oleh Legionella pneumophila dan Mycobacterium avium yang dapat menyebabkan infeksi yang menyebar pada orang yang seropositif HIV setelah tertelan dan berkembang biak pada saluran pencernaan.

Untuk mencegah kontaminasi pada air dari unit gigi ADA, CDC, dan BDC menganjurkan sebelum memulai praktek saluran air pada hand-piece, three way syringe , dan ultrasonic scaller tersebut harus di-flush selama beberapa menit untuk mengurangi akumulasi organisme yang terjadi selama 1 malam. (9)

Menurut Nisengard dan Newman (1) saluran air pada unit gigi harus di-flush selama 2 menit sebelum mulai praktek dan 20-30 detik sebelum merawat tiap pasien.

Imunisasi harus dilakukan oleh semua orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal masa kerja, pemeberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit yang memerlukan imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi pada saat kontak dengan penyakit. (6) Adapun imunisasi tersebut antara lain adalah terhadap penyakit mumps, measles dan rubella (MMR), diphteri, pertusis dan tetanus (DPT), influenza, poliomyelitis, tbc(BCG) dan hepatitis B.

Vaksin yang terbaru untuk hepatitis B adalah Recombivax HB (H-B-VAX II), vaksin diberikan dalam 3 rangkaian suntikan (0, 1, 6 bulan), ini ternyata meningkatkan pembentukan anti-HBs pada lebih dari 99% orang yang berusia 20-29 tahun dan dianggap lebih baik dalam merangsang pembentukan titer anti-HBs yang tinggi. (6)

Hepatitis B immune globulin (HBIG) efektif sebagai tindakan perlindungan selama 3-6 bulan terhadap HBV dan digunakan hanya bila terjadi kontak dengan darah yang diduga mengandung virus hepatitis B, baik melalui kulit maupun membran mukosa. Imunisasi pasif dengan HBIG harus diberikan dalam waktu kurang dari 48 jam setelah kontak dengan darah yang mengandung virus hepatitis B, kemudian diberikan vaksinasi lengkap terhadap hepatitis B yang diberikan dalam waktu kurang dari 7 hari setelah kecelakaan tersebut sebagai dosis I. (11)

Menurut Appleton yang dikutip Molinari (2000), secara umum sterilisasi panas adalah merupakan pilihan utama mengingat cara pemakaiannya yang sederhana, ekonomis, dan efektif. Bila secara fisik tidak digunakan karena akan merusak bahan/alat yang akan disterilkan, dapat digunakan bahan kimia sebagai gantinya. (7)

Karena tidak mungkin mencapai keadaan asepsis sempurna untuk semua permukaan dan alat-alat selama prosedur perawatan gigi, namun paling tidak harus dilakukan tindakan dekontaminasi dari alat-alat yang dapat merupakan sumber dari penyebaran penyakit infeksi seperti pegangan lampu, tombol-tombol pengatur pada unit gigi, pegangan lemari, sandaran kepala, dan sandaran lengan pada kursi unit. Untuk ini dibutuhkan disinfektan yang dapat membunuh M. tuberculosis dan virus. Disinfektan ini mengandung campuran fenol-klor, bersifat tuberocidal dan dapat merusak virus yang lipophilic.

Dengan menutupi alat/benda-benda yang tak dapat disterilkan dapat mengurangi kebutuhan untuk desinfeksi misalnya baki instrumen, ujung alat three way syringe, alat penghisap saliva/darah, tombol-tombol pada unit gigi, pegangan lampu, ujung alat untuk menyinari tumpatan gigi, sandaran kepala, dan lain-lain dengan bib, plastik atau aluminium foil sekali pakai untuk tiap pasien.

Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit infeksi bagi tekniker gigi, hasil cetakan gigi atau stone casts, harus dicuci dengan air mengalir untuk membersihkannya dari saliva, debris dan darah kemudian direndam dalam desinfektan atau disemprot dengan disinfektan sebelum dikirim ke laboratorium, begitu pula prostesis sebelum dipasang dalam mulut pasien harus didisinfeksi terlebih dulu dengan desinfektan yang sesuai dengan bahan dari protesa tersebut. (1) Menurut Merchant dan Mollinari, bahan disinfektan yang paling baik untuk prostesis adalah iodophors selama 10 menit. (3)


Kesimpulan dan Saran

Tujuan utama dari tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi adalah untuk mengurangi resiko kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi.

Riwayat kesehatan pasien atau pemeriksaan fisik saja tidak dapat mengidentifikasi pasien yang menderita penyakit infeksi, dimana individu yang kelihatan sehat bahkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan hasil negatif. Oleh karena itu semua pasien yang datang harus dianggap memiliki mikroorganisme patogen dan semua tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi harus dilakukan.


Daftar Pustaka

1. Nisengard RJ, Newman MG. Oral microbiology and immunology, 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1994. p.402-23.
2. Samanarayake LP. Essential microbiology for dentistry. New York. Churchill Livingstone; 1996. p.317-35.
3. Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Practical infection control in dentistry. Philadelphia: Lea & Febriger; 1991. p.189-96.
4. Inglis TJ. Microbiology and infection. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.44-6.
5. Torres HO, Ehrlich A. Modern dental assisting, 5th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1995. p.219-41.
6. Cottone JA. The global challenge of hepatitis B: Implications for dental personel. J Am Dent Assoc 1991; 130: 509-20.
7. Molinari JA. Dental infection control at the year 2000: accomplishment recoqnized. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1291-8.
8. Vignarajah S, Eastmond VH, Ashraph A, Rashad M. An assessment of cross-infection control procedures among English-speaking Caribean general dental practitioners. A regional preliminary study. Int Dent J 1998; 48: 67-76.
9. Meiller TF, depaola LG, Kelly JI, Baqui AAMA, Turng BF, Falker WA. Dental waterlines: biofilms, desinfection and recurrence. J Am Dent Assoc 1999; 130: 62-72.
10. Pankhurst CL, Johnson NW, Woods RG. Microbial contamination of dental unit waterlines. The scientific argument. Int Dent J 1998; 48: 359-68.
11. Gillcrist JA. Hepatitis viruses A, B, C, D, E, and G: Implications for dental personnel. J Am Dent Assoc 1999; 130: 509-20.

(dikutip dari PDGI Online)


Baca Selengkapnya ....
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of Tutorial , Bisnis.